Jambi  

Opini Kontroversi Orientalis dalam Studi Islam.

CahayaJambi.com,- Kontroversi Orientalis dalam Studi Islam

Orientalis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada seorang ahli yang meneliti tentang Timur, baik dari segi sejarah, budaya, bahasa dan sebagainya. Menurut Edward W. Said: “Siapa saja yang mengajar, menulis, atau meneliti tentang ketimuran bisa disebut orientalis, dan semua ini mencakup apakah orang itu seorang antropolog, sosiolog, sejarawan, atau ahli bahasa; atau apakah yang dikaji merupakan aspek-aspek spesifik atau umum. Semua itu digolongkan sebagai orientalis, dan apa yang ia lakukan disebut dengan orientalisme.”

Dalam perkembangannya, istilah Orientalis banyak dipandang mengandung makna negatif, dan kebanyakan penulis sangat berhati-hati ketika menyebutkan seorang Orientalis bahkan sebagian mulai meninggalkan istilah itu. Namun tidak semua kalangan memaknainya dengan makna negatif juga. Ada Kelompok yang memandang orientalisme sebagai sesuatu yang netral dan bersifat alami dalam melihat realitas yang ada.

Terdapatnya perbedaan pendapat dari segi prespektif Berdasarkan penjelasan semua itu, maka orientalisme telah menjadi satu istilah menarik sekaligus kontroversial yang tidak jarang dimaknai sesuai dengan perspektif masingmasing. Muhammad al- Bahi, misalnya, menerbitkan satu karya yang diberi judul al-Mubasysyirun wal-Mustasyriqun wa-Mauqifuhum minal-Islam (Missionaris dan Orientalis dan Sikap Mereka terhadap Islam). Secara fulgar al-Bahi mengatakan bahwa kaum orientalis menjalankan kegiatan misionaris yang berupaya merendahkan bahkan menghancurkan Islam. Di antara mereka adalah Philip K. Hitti, seorang sarjana dari Libanon.

Kontroversi Orientalis; Penilaian negatif atas sosok Nabi Muhammad SAW

Banyak kajian para orientalis yang membuat image negative tentang Nabi Muhammad SAW seperti dalam kajian dan literatur sarjana Barat khususnya di Eropa, sudah mulai tersebar dan tampak pada tahun 1120. Nama Nabi Muhammad kemudian dirubah dengan sebutan “mahomet”, atau “mahound” yang berarti sebuah ejekan untuk Nabi Muhammad yang artinya pangeran kegelapan atau nama untuk kejahatan.

Pastor Bede dari Inggris (673-735 M) menggambarkan Muhammad sebagai seorang yang kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosial yang rendah, bodoh tentang dogma Kristen, dan tamak kuasa, sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim dirinya sendirisebagai seorang Nabi.

Pandangan-pandangan tersebut ditinjau dari beberapa faktor penyebab : Pertama, Permusuhan dan kebencian yang diwariskan Perang Salib (1096-1274) yang masih terkesan di Eropa kala itu. Kedua, kecuali karya ilmiah dan filsafat, maka manuskrip Arab dalam Bidang Agama dan sejarah hidup Muhammad SAW, belum pernah disalin ke dalam bahasa Latin pada masa itu. Ketiga, Sikap dan pandangan Dante itu disebagkan oleh kebodohannya dalam kenyataan sejarah. Keempat, Menurut dokumen Vatikan tahun 1972, disebabkan prasangka dan fitnah

Kontroversi Orientalis atas Al-Qur’an

Dari sejarah konflik keagamaan yang begitu panjang pada perang salib yang kemudian berujung pada kebencian. Munculah asumsi Orientalis dari generasi ke generasi bahwa Al-Qur’an bukanlah firman Tuhan melainkan sebuah karangan Muhammad. Namun didalam Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya banyak mengkritisi doktrin yang ada dalam agama Kristen, misalnya, Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah ialah al Masih putera Maryam.” Dalam ayat lain Dia berfirman:“Sesungguhnya kafirlah orang orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga.” Selain itu, Dia juga berfirman: “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka.”Di samping itu, Allah juga melaknat orang-orang Nasrani karena menyatakan alMasih itu putera Allah.
Mendengar pernyataan itu tentunya membuat mereka marah dan geram dan menurut penilaian mereka, jika isi al-Qur‟an bertentangan dengan kandungan Bibel, maka al-Qur‟an yang salah. Sebabnya bagi mereka Bibel adalah God‟s Word, yang tidak mungkin salah dan karena al-Qur‟an berani mengkritik dengan sangat tajam kata-kata Tuhan di dalam Bibel, maka al-Qur‟an bersumber dari setan. Seperti, Ricoldo da Monte Croce (1243-1320), seorang biarawan Dominikus. Dia mengatakan bahwa setan mengarang al-Qur’an sekaligus membuat Islam. Selain itu, Ricoldo mengklaim banyak penyimpangan yang terjad dalam sejarah al-Qur‟an dan susunan al-Qur‟an sangat tidak sistematis.

Kontrovesi Orientalis atas Hadist Nabi

Para Orientalis berupaya menjatuhkan Islam dengan kajian nya terhadap hadits, yang dimana faktor kenapa hadist menjadi sumber kajian Orientalis untuk menjatuhkan Islam karena, pertama hadist lebih mudah di kritisi dibandingkan Al Qur’an. Karena hadist ini ada jauh setelah Nabi wafat. Sehingga banyak pertanyaan yang terkait tentang keotentikan hadits, apalagi hadist yang dibuat orang yang bahkan tidak pernah brtemu dengan Nabi. Terlebih banyak lahirnya hadits-hadist palsu setelah ada niatan pembukuan hadist secara besar besaran.

Pandangan Orientalis tentang hadist itu sendiri bibagi menjadi dua. Pandangan pertama ini dike-mukakan oleh De Boulavilliers dan Savary bahwa Nabi Muhammad dipandang sebagai Nabi dan Rasul yang telah membebaskan manusia dari kezaliman. Sementara pendapat lain dikemukakan oleh D’Harbelot, Dante Alig-hieri, Washingtone Irving, Hamilton Gibb, Goldziher, dan Joseph Schacht. Yang memadang Nabi sebagai Paganis yaitu penganut kristen dan yahudi yang murtad yang akan menghancurkan kedua agama tersebut. Kemudian memandang bahwa Nabi adalah mempunyai intelektual pintar yang memiliki imajinasi kuat serta pembohong. Bahkan dianggap sebagai Tukang sihir berpenyakit ayan.

Jika diklasifikasikan secara menyeluruh, kelompok Orientalis yang memandang mencela hadist lebih banyak dibanding yang mengakui eksitensi hadist.

Joseph Shacht dalam The Origins of MuhamMuhammadan berpendapat bahwa sebagian besar dari sanad adalah palsu. Menurutnya, sanad merupakan rekayasa para ulama diabad kedua Hijriyyah dalam menyandarkan suatu hadist pada tokoh-tokoh terdahulu sehingga sampai kepada nabi untuk mencari legimitasi yang kuat. Adapun Ignaz Goldziher dan A.J seorang Orientalis yang mengkritik hadist dari segi matan. Menyatakan perkembangan atau aktifitas pemikiran dikalangan umat Islam pasca setelah nabi wafat itu membuka peluang bagi para ulama menjelaskan rog agama islam dengan menggunakan hadist dengan kata lain, produk yang dihasilkan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah

Beberapa kesimpulan tentang kontroversi orientalis dalam studi Islam:

Kontroversi orientalis dalam studi islam ini melibatkan melibatkan beberapa prespektif dan pendekatan yang seringkali memicu perdebatan. Beberapa kritik terhadap orientalis mencakup pandandangan bahwa mereka cenderung melihat islam dari prespektif Barat Kolonial, menekan perbedaan daripada persamaan Kristen, dan mengabaikan kontribusi budaya islam terhadap dunia. Namun, Orientalis juga memberikan kontribusi penting dalam memahami sejarah, teks-teks klasik, dan perkembangan intelektual Islam, meskipun interpretasi mereka seringkali menjadi subjek kritik dan kontroversi.

Rindu Andini
rindu3495@gmail.com
Biodata singkat: Mahasiswi semester 4, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.