Jambi  

Hukum Puasa Untuk Ibu Hamil di Bulan Ramadhan Dalam Ajaran Islam

Hukum Puasa Untuk Ibu Hamil Dalam Ajaran Islam
Hukum Puasa Untuk Ibu Hamil Dalam Ajaran Islam

CahayaJambi.com, Jambi – Di bulan Ramadan ini, puasa menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam yang harus dilaksanakan selama satu bulan penuh. Lalu, bagaimana hukum puasa bagi wanita yang sedang hamil?

Hukum puasa untuk ibu hamil dalam ajaran Islam pada dasarnya tidak diwajibkan. Hal ini disebutkan dalam buku Majelis Ramadhan karya Muhammad Shalih Al-Utsaimin, bahwasannya terdapat suatu hadits riwayat Anas bin Malik al-Ka’bi r.a., ia berkata Rasulullah SAW bersabda:

إنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصَّومَ عَنِ المُسافِرِ وَعَنِ المُرضِعِ وَعَنِ الْحُبلى”Sesungguhnya Allah telah menggugurkan separuh sholat bagi musafir serta mencabut kewajiban puasa bagi musafir, wanita menyusui, dan wanita hamil.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Baca Juga : 06 Golongan Yang di Perbolehkan Tidak Puasa Ramadhan, Apakah Kamu Termasuk?

Ibu hamil boleh melaksanakan puasa wajib selama dirinya merasa yakin dan telah berkonsultasi dengan dokter terkait. Ibu hamil juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa apabila khawatir atas dirinya sendiri maupun khawatir terhadap janinnya.

Ibu hamil dan menyusui membutuhkan nutrisi untuk sang bayi. Ibu hamil harus terus menjaga agar janin sehat, sementara ibu menyusui harus menjaga agar ASI tetap lancar.

Bagi ibu hamil yang tidak berpuasa di bulan Ramadan, maka wajib baginya untuk mengqadha atau mengganti hari-hari selama dirinya tidak berpuasa.

Dengan demikian, mengutip dari buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, ada penjelasan yang berbeda-beda dari tiap madzhab mengenai hukum puasa untuk Hamil, Ini Penjelasanya

Hukum Puasa Untuk Ibu Hamil Dalam Ajaran Islam
Ibu Menyusui.

1. Madzhab Hanafi
Sementara itu, menurut madzhab Hanafi, apabila seorang wanita yang sedang dalam masa hamil atau menyusui merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk apabila berpuasa, maka ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa, baik kekhawatiran tersebut didasari atas dirinya sendiri, atas anaknya, atau atas keduanya.

Namun, bagi ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa menurut madzhab ini tidak diharuskan untuk membayar fidyah, melainkan hanya diwajibkan untuk mengqadha puasanya saja. Dalam mengqadha puasa juga tidak perlu dilakukan secara berturut-turut

2. Madzhab Syafi’i
Berdasarkan madzhab Syafi’i, ibu hamil atau menyusui yang merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena berpuasa, baik kekhawatiran tersebut didasarkan atas dirinya sendiri, anaknya, atau keduanya, maka ia diwajibkan untuk tidak berpuasa.

Madzhab ini mewajibkan ibu hamil dan menyusui yang tidak menunaikan puasa wajib untuk mengqadha puasanya di waktu yang lain, tanpa membayar fidyah kecuali pada kondisi ketika kekhawatiran tersebut hanya atas diri anaknya saja.

3. Madzhab Hambali
Menurut madzhab Hambali, ibu hamil atau menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa apabila dikhawatirkan akan terjadi hal buruk terhadap dirinya atau keduanya.

Ibu hamil dan menyusui diwajibkan untuk mengqadha puasa tersebut dan tidak perlu membayar fidyah. Apabila kekhawatiran tersebut hanya terhadap anaknya saja, maka ia diharuskan untuk mengqadha puasanya sekaligus membayar fidyah.

Apabila seorang ibu mampu untuk membayar wanita lain untuk menyusui anaknya, maka hendaknya ia memberikan anaknya kepada wanita yang mau menyusui tersebut dengan membayarkan upahnya agar ia tidak perlu meninggalkan puasa.

4. Madzhab Maliki
Berdasarkan madzhab Maliki, wanita yang hamil atau menyusui, baik sebagai ibu kandung dari anak yang disusuinya atau bukan, apabila ia merasa khawatir akan jatuh sakit jika berpuasa, baik kekhawatiran tersebut disebabkan atas dirinya sendiri atau atas anak yang disusuinya maupun keduanya, maka ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa.

Inilah Pandangan 4 Madzab Di Indonesia Mengenai Wanita Hamil dan Ibu Menyusui Untuk Di perbolekan Tidak Puasa Ramadhan. (YPA)